Agile dan UML apa jadinya?

Bicara Agile adalah bicara efisiensi salah satu efisiensi yang dilakukan adalah mengurangi pemodelan yang ada di UML. Dengan bergantung pada user story atau codes seharusnya aplikasi dapat dikembangkan. Pada kenyataannya user story dan codes saja tidak mencukupi. Hal ini terutama terjadi pada saat sistem informasi yang kita kembangkan:

Memiliki alur yang kompleks yang perlu divisualkan dan disepakati bersama
Codes yang besar dan terpisah-terpisah dan belum mengadopsi dokumentasi yang konsisten
Klien yang tidak mengetahui apa yang mereka perlukan.

Agile Modeling

Nah jika kalian mengalami hal itu maka ada baiknya melakukan Agile Modeling (AM). AM adalah metode yang mengadopsi proses Agile yang menggunakan pemodelan UML untuk mengeliminasi ambigu dalam kebutuhan perangkat lunak dan menyelaraskan visi kebutuhan perangkat lunak. AM dapat dilihat di The Agile Modeling (AM) Method: – Effective Strategies for Modeling and Documentation.

Metode Agile modeling menggunakan pendekatan AMDD (Agile Modeling Driven Development) pendekatan ini pada dasarnya adalah menambahkan aspek pemodelan dengan UML sebelum kode dikembangkan. Hal ini memang menambahkan overhead pemodelan, tetapi akan membantu pemahaman information system lebih detail.

Memahami UML

UML memang harus dipahami untuk melakukan Agile Modeling. Tidak semua notasi UML digunakan untuk AM. Bahkan dapat dikemukakan bahwa tidak ada ketentuan apa diagram UML yang dibutuhkan. Dengan kata lain, UML yang digunakan bersifat opsional sesuai kebutuhan. Secara sederhana AM menyarankan dua hal yakni

Pemodelan untuk basis data. bagian ini umumnya dikemukakan dalam bentuk ERD atau DFD
Pemodelan untuk kebutuhan perangkat lunak. Bagian ini umumnya dikemukakan dalam Use case dan Activity Diagram

Memperkenalkan Scrum Modeling

Pada kesempatan ini VSID memperkenalkan konsep Scrum modeling. SM adalah proses mendetailkan AM dalam bentuk diagram yang dibutuhkan. SM tidak dapat berdiri sendiri tetapi